Kurangnya pengawasan dari pihak terkait terhadap kawasan hutan, membuat masyarakat leluasa mengolah hutan lindung.
Bahkan tak tanggung tanggung lahan yang sudah digarap dijual kepada masyarakat, yang juga termasuk oknum penggarap hutan lindung.
Sebut saja namanya Ita 50 warga kampung Melayu Jorong Balai Akad RK 9.Sebelumnya Ita menggarap hutan yang diduga hutan lindung.
Setelah beberapa tahun menggarap hutan tersebut, Ita menjual tanah garapannya sekitar 150 juta kepada Mukhlis 50 tahun. Informasi yang dirangkum media ini l, semenjak lahan tersebut dijual oleh Ita pada Mukhlis. Ita pindah ke Pasaman dengan profesi sebagai pedagang.
Sampai saat ini,media ini belum bisa tersambung dengan Ita untuk memastikan informasi kalau dirinya(Ita) telah menjual lahan garapannya yang diduga hutan lindung.
Ketua TG 08 Sumbar ketika dimintai tanggapannya mengatakan kalau hal jual beli lahan hutan lindung, apapun asalannya tidak bisa dibenarkan.UU telah mengatur dengan ketentuannya.
Masyarakat yang menjual hutan lindung dapat dikenakan sanksi hukum karena melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Sanksi yang dapat diberikan antara lain:
1. Pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar (Pasal 78 ayat (3) UU Kehutanan)
2. Pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar (Pasal 78 ayat (4) UU Kehutanan)
3. Sanksi administratif, seperti pencabutan izin usaha, pembatalan kontrak, atau penghentian kegiatan usaha.
Namun, sanksi yang diberikan dapat berbeda-beda tergantung pada kasus dan tingkat kesalahan.Ujarnya.
Ditegaskan agar media ini mencari data seakurat mungkin. Sehingga pihak terkait dan Aph dapat mengungkap motif pejualan lahan yang diduga hutan lindung. Kalau informasi tersebut benar adanya si penjual maupun si pembeli tetap dapat dijerat dengan hukum pidana. Ungkapnya mengakhiri. (Tim)
0 Komentar