Pemerintah Kota berhasil menekan pertumbuhan angka stunting di Bukittinggi. Alhasil, dengan penurunan prevalensi yang cukup signifikan, menjadikan Bukittinggi kota dengan angka stunting terendah kedua di Sumatra Barat.
Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar, menyampaikan apresiasi kepada SKPD terkait dan tim percepatan penurunan stunting yang telah bekerja maksimal. Alhasil dengan interfensi yang dilakukan angka stunting Bukittinggi terus menurun.
"Ini perkembangan yang baik bagi angka stunting kita. Sejak 2022, stunting menjadi persoalam nasional yang harus kita selesaikan, termasuk Bukittinggi. Upaya yang kita lakukan bersama, menampakkan hasil positif. Kita akan terus tingkatkan untuk melahirkan generasi yang berkualitas dan menjadi pemimpin hebat di masa depan," ungkap Wako, Rabu (01/03).
Kepala DP3APPKB Bukittinggi, Nauli Handayani, menjelaskan, stunting menjadi isu nasional yang harus diantisipasi mulai dari masing masing daerah. Menurut WHO (2020) stunting adalah pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang / tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO yang terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat dan/atau infeksi berulang / kronis yang terjadi dalam 1000 HPK.
“Untuk itu, sejak 2022, berbagai upaya dilakukan Pemerintah Kota Bukittinggi untuk menekan laju stunting. Upaya yang dilakukan antara lain, interfensi dengan sasaran ibu hamil, interfensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0 sampai 6 bulan serta interfensi dengan sasaran anak usia 6 sampai 24 bulan,” jelasnya.
Interfensi gizi spesifik, berkontribusi 30 persen. Upaya yang dilakukan diantaranya, Intervensi ini ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh Sektor Kesehatan. Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat dalam waktu relative pendek.
Kemudian juga dilakukan interfensi gizi sensitif, berkontribusi 70 persen. Intervensi ini ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sektor Kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, Tidak khusus untuk 1.000 HPK.
“Pemda melakukan 8 aksi konvergensi dalam upaya penegahan dan penurunan prevalensi stunting,” tambahnya.
Upaya upaya tersebut, lanjut Nauli, ternyata membuahkan hasil positif. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi Balita Stunted Kota Bukittinggi sebesar 19%, dan pada Tahun 2022 turun menjadi 16,8%.
Dari data itu, menjadikan Bukittinggi kota dengan angka stunting terendah kedua di Sumatra Barat. Namun demikian, pihak terkait tidak berpuas diri dan akan terus melakukan upaya7 dan interfensi lebih yang lebih maksimal, agar angka stunting Bukittinggi semakin menurun.(+)
0 Komentar